Temukan Artikel Dan Pengertian Berbagai Bidang Ilmu Di Website Ini.

Showing posts with label Politik. Show all posts
Showing posts with label Politik. Show all posts

Tuesday, 19 January 2016

Pengertian Politik Luar Negeri Bebas Aktif Menurut Para Ahli


Politik luar negeri merupakan suatu strategi, pola perilaku dan kebijakan suatu negara berhubungan dengan negara lain ataupun dunia internasional yang berpijak pada kepentingan nasional. Dengan politik luar negeri yang dianutnya suatu bangsa menentukan sikap bangsa menentukan sikap dalam berhubungan dengan negara lain. Sejak Indonesia merdeka politik luar negeri yang dianutnya suatu bangsa menentukan sikap dalam berhubungan dengan negara lain.
 
 
Sejak Indonesia merdeka politik luar negeri yang dianut oleh negara kita adalah politik luar negeri yang bebas dan aktif. Hal ini dapat diketahui dari pidato-pidato para pemimpin negara seperti Mohammad Hatta (1948), Kabinet Natsir (1950), Kabinet Sukiman (1951), dan Kabinet Wilopo (1952). Dalam pidato tersebut ada yang telah menyebutkan kata “bebas dan aktif” tetapi juga ada yang belum. Namun senuanya mempunyai makna yang sama.
 
 
Ada beberapa pengertian Politik luar negeri yang bebas dan aktif telah disampaikan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Menurut A. W. Wijaya merumuskan : bebas berati tidak terikat oleh satu ideology atau oleh satu politik negara asing atau blok negaraa tertentu, atau negara adikuasa (super power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerja sama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain. 
  • Menurut Mochtar kusumaatmaja merumuskan bebas aktif sebagai berikut : bebas berarti Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif berarti di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadian-kejadian intenasionalnya melainkan bersifat aktif. 
  • Menurut UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, politik luar negeri adalah kebijaksanaan , sikap, dan langkah pemerintah RI yang diambil dalam melakukan hubungan internasional, dan subjek hokum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional.
 
Dalam UU No. 37 Tahun 1999, politik luar negeri menganut prinsip bebas aktif yang diabdikan untuk kepentingan nasional. Kepentingan nasional bangsa Indonesia tersebut selanjutnya dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM). 
 
 
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bebas berarti tidak memihak salah satu blok baik blok barat maupun blok timur atau bersifat netral. Sedangkan aktif berarti ikut secara aktif mewujudkan perdamaian dunia.

Demikianlah pembahasan mengenai pengertian luar negeri bebas aktif menurut para ahli, semoga artikel dapat bermanfaat bagi kita semua, terima kasih...

Baca juga:

Thursday, 19 November 2015

Pengertian Politik Hukum Menurut Para Ahli

Pengertian Politik Hukum| Padmo Wahjono dalam bukunya Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. 
 
Definisi ini masih bersifat abstrak dan kemudian dilengkapi dengan sebuah artikelnya yang berjudul Menyelisik Proses Terbentuknya Perundang-Undangan, yang dikatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Dalam hal ini kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum dan penegakannya sendiri.
 
Menurut Soedarto, politik hukum adalah kebijakan dari negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk nengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bawah politik hukum yaitu bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.

Kata kebijakan di atas berkaitan dengan adanya strategi yang sistematis, terperinci dan mendasar. Dalam merumuskan dan menetapkan hukum yang telah dan akan dilakukan, politik hukum menyerahkan otoritas legislasi kepada penyelenggara negara, tetapi dengan tetap memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, semuanya diarahkan dalam rangka mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.

Politik hukum satu negara berbeda dengan politik hukum negara yang lain. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan latar belakang kesejarahan, pandangan dunia (world-view), sosio-kultural, dan political will dari masing-masing pemerintah. Dengan kata lain, politik hukum bersifat lokal dan partikular (hanya berlaku dari dan untuk negara tertentu saja), bukan universal. Namun bukan berarti bahwa politik hukum suatu negara mengabaikan realitas dan politik hukum internasional.

Menurut Sunaryati Hartono, faktor-faktor yang akan menentukan politik hukum tidak semata-mata ditentukan oleh apa yang kita cita-citakan atau tergantung pada kehendak pembentuk hukum, praktisi atau para teoretisi belaka, akan tetapi ikut ditentukan pula oleh kenyataan serta perkembangan hukum di lain-lain negara serta perkembangan hukum internasional. Perbedaan politik hukum suatu negara tertentu dengan negara lain inilah yang kemudian menimbulkan apa yang disebut dengan Politik Hukum Nasional.

 
 
 
Gambar
Pengertian Politik Hukum 

Semoga bermanfaat..!

Tuesday, 17 November 2015

Pengertian Sosialisasi Politik Menurut Para Ahli

|Pengertian Sosialisasi Politik Menurut Para Ahli| Berbagai pengertian atau batasan mengenai sosialisasi politik telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan terkemuka. Sama halnya dengan pengertian-pengertian tentang budaya politik, sistem politik dan seterusnya, meskipun diantara para ahli politik terdapat perbedaan, namun pada umumnya tetap pada prinsip-prinsip dan koridor yang sama. 
Berikut ini akan dikemukana beberapa pengertian sosialisasi politik menurut para ahli.
  1. David F. Aberle, dalam “Culture and Socialization” Sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku, yang menanamkan pada individu-individu keterampilan-keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan), motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah diantisipasikan (dan yang terus berkelanjutan) sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari.
  2. Gabriel A. Almond Sosialisasi politik menunjukkan pada proses dimana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk, dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
  3. Irvin L. Child : Sosialisasi politik adalah segenap proses dengan mana individu, yang dilahirkan dengan banyak sekali jajaran potensi tingkah laku, dituntut untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya yang dibatasi di dalam satu jajaran yang menjadi kebiasaannya dan bisa diterima olehnya sesuai dengan standar-standar dari kelompoknya.
  4. Richard E. Dawson dkk. Sosialisasi politik dapat dipandang sebagai suatu pewarisan pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga negara baru dan mereka yang menginjak dewasa.
  5. S.N. Eisentadt, dalam From Generation to Ganeration : Sosialisasi politik adalah komunikasi dengan dan dipelajari oleh manusia lain, dengan siapa individu-individu yang secara bertahap memasuki beberapa jenis relasi-relasi umum. Oleh Mochtar Mas’oed disebut dengan transmisi kebudayaan.
  6. Denis Kavanagh : Sosialisasi politik merupakan suatu proses dimana seseorang mempelajari dan menumbuhkan pandangannya tentang politik.
  7. Alfian : Mengartikan pendidikan politik sebagai usaha sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat, sehingga mereka mengalami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan sikap dan perilaku politik baru yang mendukung sistem politik yang ideal tersebut, dan bersamaan dengan itu lahir pulalah kebudayaan politik baru. 
Dari pandangan Alfian, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yakni:
  • Sosialisasi politik hendaknya dilihat sebagai suatu proses yang berjalan terus-menerus selama peserta itu hidup.
  • Sosialisasi politik dapat berwujud transmisi yang berupa pengajaran secara langsung dengan melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai atau perasaan-perasaan mengenai politik secara tegas. Proses mana berlangsung dalam keluarga, sekolah, kelompok pergaulan, kelompok kerja, media massa, atau kontak politik langsung. 
Dari sekian banyak definisi ini nampak mempunyai banyak kesamaan dalam mengetengah-kan beberapa segi penting sosialisasi politik, sebagai berikut.
  1. Sosialisasi secara fundamental merupakan proses hasil belajar, belajar dari pengalaman/ pola-pola aksi.
  2. Memberikan indikasi umum hasil belajar tingkah laku individu dan kelompok dalam batas-batas yang luas, dan lebih khusus lagi, berkenaan pengetahuan atau informasi, motif-motif (nilai-nilai) dan sikap-sikap.
  3. Sosialisasi itu tidak perlu dibatasi pada usia anak-anak dan remaja saja (walaupun periode ini paling penting), tetapi sosialisasi berlangsung sepanjang hidup.
  4. Bahwa sosialisasi merupakan prakondisi yang diperlukan bagi aktivitas sosial, dan baik secara implisit maupun eksplisit memberikan penjelasan mengenai tingkah laku sosial.
Dari sekian banyak pendapat di atas, menurut Michael Rush & Phillip Althoff, ada dua masalah yang berasosiasi dengan definisi-definisi tersebut di atas.
  • Pertama : seluas manakah sosialisasi itu merupakan proses pelestarian yang sistematis? Hal ini penting sekali untuk menguji hubungan antara sosialisasi dan perubahan sosial; atau istilah kaum fungsionalis, sebagai pemeliharaan sistem. Dalam kenyataan tidak ada alasan sama sekali untuk menyatakan mengapa suatu teori mengenai sosialisasi politik itu tidak mampu memperhitungkan : ada atau tidaknya perubahan sistematik dan perubahan sosial; menyediakan satu teori yang memungkin pencantuman dua variabel penting, dan tidak membatasi diri dengan segala sesuatu yang telah dipelajari, dengan siapa yang diajar, siapa yang mengajar dan hasil-hasil apa yang diperoleh. Dua variabel penting adalah pengalaman dan kepribadian dan kemudian akan dibuktikan bahwa kedua-duanya, pengalaman dan kepribadian individu, lebih-lebih lagi pengalaman dan kepribadian kelompok-kelompok individu- adalah fundamental bagi proses sosialisasi dan bagi proses perubahan.
  • Kedua : adalah berkaitan dengan keluasan, yang mencakup tingkah laku, baik yang terbuka maupun yang tertutup, yang diakses yang dipelajari dan juga bahwa berupa instruksi. Instruksi merupakan bagian penting dari sosialisasi, tidak perlu disangsikan, orang tua bisa mengajarkan kepada anak-anaknya beberapa cara tingkah laku sosial tertentu; sistem-sistem pendidikan kemasyarakatan, dapat memasukkan sejumlah ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan; negara bisa secara berhati-hati menyebarkan ideologiideologi resminya. Akan tetapi tidak bisa terlalu ditekankan, bahwa satu bagian besar bahkan sebagian terbesar sosialisasi, merupakan hasil eksperimen; karena semua itu berlangsung secara tidak sadar, tertutup, tidak bisa diakui dan tidak bisa dkenali.
Istilah-istilah seperti “menanamkan” dan sampai batas kecil tertentu “menuntun pada perkembangan” kedua-duanya cenderung mengaburkan segi penting dari sosialisasi. Maka  Michael Oakeshott menyatakan; “Pendidikan politik dimulai dari keminkamtaan meminati tradisi dalam bentuk pengamatan dan peniruan terhadap tingkah laku orang tua kita, dan sedikit sekali atau bahkan tidak ada satupun di dunia ini yang tampak di depan mat akita tanpa memberikan kontribusi terhadapnya. Kita menyadari akan masa lampau dan masa yang akan datang, secepat kesadaran kita terhadap masa sekarang.” 
Jadi, walaupun kenyataan bahwa sosialisasi itu sebagian bersifat terbuka, sistematik dan disengaja, namun secar atotal adalah tidak realistis untuk berasumsi bahwa makna setiap pengalaman harus diakui oleh pelakunya, atau oleh yang melakukan tindakan yang menyangkut pengalaman tersebut. Kiranya kita dapat memahami bahwa sosialisasi politik adalah proses, dengan mana individu-individu dapat memperoleh pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap terhadap sistem politik masyarakatnya. Peristiwa ini tidak menjamin bahwa masyarakat mengesahkan sistem politiknya, sekalipun hal ini mungkin terjadi. Sebab hal ini bisa saja menyebabkan pengingkaran terhadap legitimasi; akan tetapi apakah hal ini menuju pada stagnasi atau pada perubahan, tergantung pada keadaan yang menyebabkan pengingkaran tersebut. Apabila tidak adanya legitimasi itu disertai dengan sikap bermusuhan yang aktif terhadap sistem politiknya, maka perubahan mungkin saja terjadi, akan tetapi apabila legitimasi itu dibarengi dengan sikap apatis terhadap sistem politiknya, bukan tidakmungkin terjadi stagnasi. 
 
Gambar 
Pengertian Sosialisasi Politik


Semoga bermanfaat...!

Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli

|Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli| Terdapat banyak sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik, sehingga terdapat variasi konsep tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan dikaji lebih jauh, tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu besar, sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang sama. 
 
Berikut ini merupakan pengertian dari beberapa ahli ilmu politik tentang budaya politik. Rusadi Sumintapura: Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik. Sidney Verba: Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan. Alan R. Ball : Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik. 
 
Austin Ranney: Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.: Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi. 
 
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas (dalam arti umum atau menurut para ahli), maka dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai berikut :
  1. Bahwa konsep budaya politik lebih mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih menekankan pada berbagai perilaku nonaktual seperti orientasi, sikap, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan. Hal inilah yang menyebabkan Gabriel A. Almond memandang bahwa budaya politik adalah dimensi psikologis dari sebuah sistem politik yang juga memiliki peranan penting berjalannya sebuah sistem politik.
  2. Hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik, artinyasetiap berbicara budaya politik maka tidak akan lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal yang diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap komponen-komponen yang terdiri dari komponen-komponen struktur dan fungsi dalam sistem politik. Seseorang akan memiliki orientasi yang berbeda terhadap sistem politik, dengan melihat fokus yang diorientasikan, apakah dalam tataran struktur politik, fungsi-fungsi dari struktur politik, dan gabungan dari keduanya. Misal orientasi politik terhadap lembaga politik terhadap lembaga legislatif, eksekutif dan sebagainya.
  3. Budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam tataran masif (dalam jumlah besar), atau mendeskripsikan masyarakat di suatu negara atau wilayah, bukan per-individu. Hal ini berkaitan dengan pemahaman, bahwa budaya politik merupakan refleksi perilaku warga negara secara massal yang memiliki peran besar bagi terciptanya sistem politik yang ideal. 
|Komponen-Komponen Budaya Politik|
Seperti dikatakan oleh Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr., bahwa budaya politik merupakan dimensi psikologis dalam suatu sistem politik. Maksud dari pernyataan ini menurut Ranney, adalah karena budaya politik menjadi satu lingkungan psikologis, bagi terselenggaranya konflik-konflik politik (dinamika politik) dan terjadinya proses pembuatan kebijakan politik. Sebagai suatu lingkungan psikologis, maka komponenkomponen berisikan unsur-unsur psikis dalam diri masyarakat yang terkategori menjadi beberapa unsur. 
 
Menurut Ranney, terdapat dua komponen utama dari budaya politik, yaitu orientasi kognitif (cognitive orientations) dan orientasi afektif (affective oreintatations). Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen obyek politik sebagai berikut. 
  1. Orientasi kognitif : yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.
  2. Orientasi afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan penampilannya.
  3. Orientasi evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria denganinformasi dan perasaan. 

 
Gambar
Pengertian Budaya Politik


Semoga bermanfaat..! 

Monday, 17 August 2015

Pengertian Partisipasi Politik Menurut Ahli

|Pengertian Partisipasi Politik Menurut Ahli|

Pengertian Partisipasi Politik menurut Ahli, Sebagai berikut :

Pengertian Partisipasi Politik menurut pendapat Robert P. Clark, Partisipasi Politik dapat diartikan berbeda-beda tergantung pada kultur politik (budaya politik) yang melandasi kegiatan partisipasi tersebut. Clark mengangkat pengertian partisipasi politik menurut rumusan Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson yang menyatakan bahwa partisipasi politik adalah aktivitas pribadi-pribadi warga negara untuk mempengaruhi pembuatan keputusan pemerintah.

Dari sumber yang sama Miriam Budiarjo melengkapi pengertian Huntington sebagai berikut :
Partisipasi dapat bersifat perorangan atau secara kelompok, diorgahznisasikan atau secara spontan, ditopang atau sporadis, secara baik-baik atau dengan, legal atau tidak legal, aktif atau tidak aktif.

Menurut Closky, Pengertian Partisipasi Politik ialah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mereka yang mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijaksanaan umum.

Dari pengertian partisipasi politik yang diungkapkan para pakar di atas, memberi informasi bahwa partisipasi politik lebih dialamatkan kepada aktivitas masyarakat (warga negara) di dalam turut memikirkan kehidupan negara. Kegiatan partisipasi politik pada intinya tertuju pada dua subjek, yaitu :
(1) Pemilihan penguasa, dan
(2) Melaksanakan segala kebijaksanaan penguasa (pemerintahan).

Partisipasi politik merupakan cerminan dari sikap politik (political behavior) warga negara yang berwujud dalam perilaku baik secara psikis maupun secara fisik. Perilaku politik yang berkristal dalam wujud partisipasi politik yang berlangsung secara konvensional sebagai suatu keharusan yang berada dalam setiap sistem. Partisipasi yang berlangsung bersifat legal dan berada dalam ikatan normatif. Partisipasi politik yang dikehendaki adalah partisipasi yang tumbuh atas kesadaran sebagai partisipasi murni tanpa adanya paksaan.

Pada negara-negara totaliter, partisipasi politik telah dipola menurut kebijaksanaan elit berkuasa (elit pemerintahan, elit partai). Partisipasi semacam ini yaitu partisipasi yang dimobilisasikan untuk tujuan ideologi.

Terwujudnya partisipasi murni menunjukkan bahwa jalinan komunikasi antara elit infrastruktur (elit berkuasa) dengan jalinan harmonism. Untuk mewujudkan partisipasi murni, maka masyarakat harus lengkap dan cukup menerima pesan-pesan komunikasi (termasuk transformasi nilai-nilai) dan informasi tentang langkah kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

Robert Clark memberik pilihan terhadap partisipasi politik menurut kualitas yang dimiliki warga negara, termasuk kesertaan media massa di dalam membangun motivasi masyarakat terhadap partisipasi tersebut. Menurut Clark tingkat partisipasi negara-negara Afrika Selatan, beberapa negara di Amerika Latin dan sebagian kecil di Asia.

Oleh sebab itu dalam kenyataan empiris bentuk partisipasi politik sangat bergantung kepada latar belakang sejarah, kemajuan negara, tingkat pendidikan masyarakat dan kualitas kesadaran bernegara. Sekian pembahasan mengenai pengertian partisipasi politik, semoga tulisan saya mengenai pengertian partisipasi politik dapat bermanfaat.

Sumber : Buku dalam Penulisan Pengertian Partisipasi Politik Menurut Ahli :

- Rochhajat Harun dan Sumarno AP, 2006. Judul : Komunikasi Politik sebagai Suatu Pengantar. Penerbit CV Mandar Maju : Bandung.
Gambar
Pengertian Partisipasi Politik